THE SOCIAL DILEMMA
Hi semuanya, kembali lagi bersama saya Sinta. Setelah sekian musim tidak sempat memasukkan tulisan. Actually, banyak hal yang terjadi, aku juga sudah mengunjungi beberapa tempat di Indonesia yang sebelumnya aku hanya bisa melihatnya lewat foto dan mengimajinasikannya lewat fikiran. Tapi bukan itu yang saya kan bicarakan kali ini, bisa saja tulisan ini tidak ada habisanya. Yaap mari kita mulai...
Jadi, sekitar tiga hari yang lalu aku sempat ikut diskusi dengan teman-teman dari berbagai daerah, disitu mereka membicarakan tentang banyak hal, termasuk penggunaan media sosial. Sampai akhirnya ada yang bertanya, ada yang sudah menonton film dokumenter The Social Dilemma belum? Tak ada yang menjawab iya, termasuk saya. Dia pun menyarankan untuk menoton film tersebut. Dia pun menceritakan bagaimana dia setelah menonton film tersebut meng uninstall facebook dan tidak akan menggunakannya lagi dan juga sedikit bercerita tentang penggunaan teknlogi di zaman sekarang ini. Aku tidak cukup penasaran dengan apa yang dikatakannya, mengingat penggunaan media sosial sekarang ini memang lagi masif-masif nya. Pun banyak video-video di youtube yang menyarankan untuk tidak menggunakan media sosial dan membatasi penggunaaan teknologi. Menurut saya pada saat itu berfikir untuk back to us masing-masing gitu, kembali kediri kita. Bagaimana kita menggunakan sosial media sesuai kebutuhan kita dan pastinya menghindari dari terdIstraksi menggunakaan sosial media. Aku pun kenal beberapa istilah seperti social media minimalism, social media detox, manajemen hp, dll.
Nah, tadi pagi aku iseng-iseng buka youtube dan searching the social dilemma movie. Muncullah beberapa review tentang film tersebut dan trailer nya. Aku nonton trailernya, dan hasilnya benar-benar mengerikan sih. Tampilan visual yang diberikan benar-benar membuat kita tercengang. Sekilas aku melihat beberapa narasumber yag merupakan former petinggi-petinggi dari social media platform yang sering kita gunakan. Mereka menceritakan bagaimana sesuatu tercipta dibalik layar yang mampu mengubah bahkan mengendalikan struktur sosial yang ada sekarang ini.
Aku juga meonton beberapa cuplikan film dan review film tersebut. Aku tidak menonton film nya secara full karena aku tidak pake Netflix hihihi. Benar-benar menyadarkan sih. Apa yang mereka ceritakan itu benar namun tidak banyak orang yang menyadarinya, seakan menjadi rahasia publik. Suatu hal yang membuat saya sadar bahwa what we do on social media is recorded, jadi apa pun yang kita lakukan itu terekam oleh sistem mereka. Apa yang kita search, like, avoid, itu semua terekam dan menghasilkan big data untuk mereka. Parahnya lagi, data kita tesebut menjadikan kita sebagai kelinci percobaan mereka agar terus menampilkan sesuatu yang kita sukai sehingga kita menghabiskan waktu lebih lama untuk menggunakan platform tersebut. Ngeri bukan,ini merupakan sautu problem dari technology industry yang membuat kita untuk terus berada di sosial media dan mengurangi intention kita kepada kehidupan yang sebenarnya. Selain itu, hal yang made my mind blow itu bahwa ternyata kita ini adalah product nya mereka, bukan consumer. Kita menggunakan platform mereka secara gratis bukan. Sebenarnya kita didesain untuk menjadikan umpan kepada advertiser yang membayar mereka. Aku juga baru sadar bahwa ternyata hanya illegal drugs dan software yang menyebut pengguna mereka "users", nah semakin ke sini saya berfikir bahwa penggunaan media sosial benar-benar bisa memberikan efek addiction seperti halnya narkoba dan dampaknya itu bisa menimbulkan anxiety bahkan depressed dari apa yang kita dapatkan dari sana yang tidak sesuai dengan harapan kita. Kurang mengerikan apa lagi coba. Men develop fitur agar kita menghabiskan waktu lebih lama, merekam aktivitas kita, mengetahui keinginan kita, menciptakan propaganda, bahkan menjual kita. Huuuh mungkin cukup sekian kali ini, bakalan panjang banget kalau dilanjutkan.
"If you are not paying for the product, then you are the product"
Komentar
Posting Komentar